Jumat, 27 November 2015

Aan Anshori tentang Paguyuban Reresik Sampah, Media Sosial, dan Keberlanjutan Lingkungan


Beruntung Kabar Palar bisa mewawancara Mas Aan Anshori seputar Paguyuban Reresik Sampah, kuasa media sosial, dan nilai dasar tentang pentingnya proses belajar sosial untuk menjaga keberlanjutan lingkungan (hifzh al-bi’ah), sebagaimana dikonsepsi ulama’ dalam maqashid asy-syari’ah. Ihwal bersiyasah untuk hifzh al-bi’ah, dalam nalar Jawa dirumuskan oleh (alm.) Mbah Bakir, warga Ngijon, Sleman sebagai K3 (ketoro, ketari, ketarik).

Mas Aan Anshori adalah peneliti dan pekerja kemanusiaan, yang kegiatannya di sejumlah jejaring turut menanda pergerakan Indonesia mutakhir. Tak percaya, sila di-googling. Pengambilan gambar oleh Mas Jauharul Lutfi (STAPA Center) berlangsung di Hotel New Start, Prigen, Mojokerto, pada Rabu Legi, 18 November 2015.



Sebagai kehormatan, Kabar Palar memilih alunan "Ketawang Puspawarna" dengan Slendro Manyura, yang digelar Gamelan Nyai Saraswati. Jamak tahu, Puspawarna (artinya: Beraneka ragam bunga, Kinds of Flower) adalah karya KGPAA Mangkunegara IV (1811-1881). Oleh Robert Brown (etnomusikologi) dan carl Edward Sagan (astronom), Puspawarna direkom sebagai komposisi musik terbaik di jagad ini dan bersama dengan 26 komposisi lainnya diperdengarkan pada urutan kedua di luar angkasa melalui projek NASA "Voyager I" pada 1977: Suatu ucapan salam kepada makhluk luar angkasa manapun yang menemukannya. Dan setelah setelah 38 tahun Puspawarna mengangkasa, Mas Aan menyegarkan ingatan tentang semesta siber melalui media sosial. Salam dari Palar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar